BANYUWANGI, infopol.co.id - Suku Using Banyuwangi tetap menjaga dan melestarikan adat istiadat dan budaya. Salah satunya, mereka tetap menjaga struktur bangunan rumah adat Suku Using yang diwariskan secara turun temurun.
Rumah adat Suku Using Banyuwangi memiliki konsep yang unik dan berbeda dari rumah adat Jawa. Baik orientasi bangunan, pola ruang, bentuk arsitektur, maupun material bangunan yang dipakai.
Salah satunya di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi. Menurut Nyainim, " Di kampung Using ini masih banyak ditemukan rumah khas Suku Using, " jelasnya.
" Kalau melihat sekilas mungkin sama. Tapi rumah adat Using ini jelas beda dengan rumah-rumah Jawa atau Bali," ujar Haidi Bing Selamet tokoh muda Desa Kemiren, jum'at, (09/04/2022).
Masyarakat Using di Desa Kemiren berpegang teguh pada adat dan warisan leluhur dalam tatanan sosial budaya yang sarat nilai kearifan lokal. Termasuk dalam hal rumah.
Rumah adat Suku Using adalah rumah yang sepenuhnya terbuat dari kayu. Rata-rata, kayu yang dipakai dari pohon Bendo, Cempaka, Tanjang, Potat, dan kayu Mangir.
Jenis-jenis kayu itu memiliki tekstur ringan dan kuat bertahan puluhan tahun. Ada juga yang memakai kayu dengan kualitas lebih baik, tapi harganya jadi lebih mahal.
" Faktor inilah yang membuat Desa Kemiren menjadi warisan Cagar Budaya dan mengembangkannya sebagai Desa Wisata," ucap Jaidi.
Perbedaan mencolok Umah Suku Using dengan rumah adat lain ada di bagian atap. Seperti umumnya rumah, gentingnya dari tanah liat. Tapi bentuk atapnya sebenarnya melambangkan kasta.
" Jadi ada tiga jenis atap yang membedakan rumah-rumah suku Using ini, yakni atap tikel balung, baresan, dan cerocogan," ungkap Haidi Bing Selamet.
Ketiga jenis atap itu mengacu pada kemampuan ekonomi masyarakat Suku Using. Dari ekonomi atas, menengah, dan bawah.
Jenis atap tikel balung adalah bentuk paling sempurna dari rumah adat Suku Using. Atap srotong berjumlah 4 rab (atap) dengan 4 soko (pilar utama) dan 2 songgo tepas (penyangga samping).
" Rumah jenis ini biasanya dihuni keluarga mapan. Baik secara ekonomi atau memang dari golongan kasta yang tinggi pada zaman dulu," jelasnya.
Selanjutnya rumah adat Using dengan atap baresan. Menurut Haidi, " Rumah jenis ini adalah rumah untuk keluarga menengah, " kata Hadi.
Jenis itu memiliki 3 rab dengan 4 soko dan 2 songgo tepas. Sederhananya, rumah ini bentuk tidak sempurna dari jenis tikel balung. Bisa dikatakan jenis ini separuh dari rumah jenis tikel balung.
" Rumah dengan atap baresan ini adalah bentuk tidak sempurna dari tikel balung. Ini dulunya dihuni oleh suku dengan kemampuan menengah," jelas Haidi.
Jenis rumah adat Using yang terakhir adalah rumah beratap cerocogan. Rumah ini mirip dengan rumah di kampung pada umumnya dengan 2 rab dan 4 soko. Tanpa adanya songgo tepas.
" Untuk cerocogan minim atapnya ada dua. Rumahnya sederhana, dulu ini simbol kalau penghuninya pasangan muda yang ekonominya masih lemah," jelas Haidi.
Haidi memastikan, " Saat ini sudah jarang ditemukan rumah tipe cerocogan di Desa Kemiren. Kemajuan Banyuwangi di sektor pariwisata telah berdampak luar biasa terhadap perekonomian, " jelas Haidi.
" Walaupun ada rumah jenis cerocogan itu sengaja dibangun untuk kepentingan home stay bagi wisatawan. Bangunannya pun sudah sangat bagus dibandingkan zaman dulu," katanya.
Tidak hanya atap, bagian rumah yang khas adalah pondasi utama Umah Using yang dibangun dengan susunan empat rangka berupa tiang kayu besar. Semua disusun dan disambung tanpa paku melainkan dengan pasak kayu.
Umah Using memang banyak memakai kayu. Termasuk lantainya yang biasa menggunakan kayu. Variasi lainnya, lantai itu menggunakan tanah. Di era sekarang, sudah banyak yang mengadopsi lantai dari keramik atau lainnya.
" Kalau yang asli ya dari kayu atau tanah. Cuman sekarang ada yang sudah agak modern. Misal lantainya pakai keramik tapi yang motifnya kayu," ujarnya.
Haidi mengatakan bahwa, " Rumah ini tidak menggunakan bata atau batako sebagai tembok rumah, " Ujar Haidi sekaligus menutup pembicaraannya dengan awak media Infopol TV.
(ip-mustakim)