Banyuwangi Infopol.co.id Sidang praperadilan yang diajukan oleh tim kuasa hukum Nurul Safii, S.H., M.H., C.MSP & Ahmad Fauzi, S.E.,S.H kembali mengungkap fakta penting terkait dugaan kejanggalan penetapan tersangka terhadap juru tagih PT. Skanon Bintang Surya. Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Banyuwangi ini menghadirkan saksi ahli dari Fakultas Hukum Universitas Merdeka Malang, Dr. Hatarto Pakpahan, S.H., M.H., C.L.A.
Dalam keterangannya, Saksi Ahli menegaskan bahwa salah satu dari dua alat bukti yang sah menurut hukum acara pidana adalah surat, yang dalam konteks laporan dugaan tindak pidana pemerasan dan pencurian seharusnya berupa Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) atau surat keterangan resmi dari perusahaan pembiayaan (finance) apabila BPKB masih berada dalam penguasaan pihak pembiayaan.
> “Surat kepemilikan merupakan bukti sah yang tidak bisa diabaikan. Tanpa adanya bukti tersebut, sulit secara hukum menetapkan dugaan tindak pidana,” tegasnya.
Lebih lanjut, Saksi Ahli menjelaskan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, kepemilikan kendaraan dalam perjanjian fidusia berada pada penerima fidusia, dalam hal ini Mandiri Tunas Finance (MTF). Penerima fidusia berhak penuh atas objek jaminan, sementara debitur hanya sebagai pihak yang menguasai kendaraan secara fisik.
MTF kemudian memberikan kuasa penagihan kepada PT. Skanon Bintang Surya. Dalam praktiknya, apabila debitur menyerahkan kendaraan secara sukarela dengan dasar penitipan, maka PT. Skanon Bintang Surya hanya menindaklanjuti dengan mengembalikan kendaraan tersebut kepada MTF sebagai pemilik sah secara hukum.
> “Bagaimana mungkin penerima fidusia yang secara hukum adalah pemilik sah kendaraan, melalui kuasanya yaitu PT. Skanon, justru dilaporkan dengan tuduhan dugaan pemerasan dan pencurian? Padahal menurut keterangan pemohon praperadilan melalui kuasanya mengatakan bahwa kendaraan itu diserahkan langsung oleh debitur tanpa paksaan, sebagaimana terlihat jelas dalam bukti video yang diputar di persidangan dan disaksikan oleh majelis hakim serta seluruh hadirin,” ungkap Saksi Ahli.
Fakta lain yang terungkap, penyidik hanya mendasarkan penetapan tersangka pada keberadaan kunci kendaraan, unit kendaraan, dan STNK sebagai alat bukti. Padahal, menurut Ahli, bukti kepemilikan yang sah adalah BPKB atau surat keterangan resmi dari finance. Tanpa dokumen otentik tersebut, laporan tidak memenuhi syarat formil alat bukti.
Saksi Ahli menegaskan, tidak terdapat unsur pemerasan maupun pencurian dalam perkara ini, karena:
1. Kendaraan adalah milik sah penerima fidusia (Mandiri Tunas Finance).
2. PT. Skanon Bintang Surya hanya bertindak sebagai penerima kuasa penagihan.
3. Debitur menyerahkan kendaraan secara sukarela, bukan karena paksaan.
4. Penyerahan kendaraan kepada MTF merupakan pemenuhan kewajiban hukum, bukan perbuatan melawan hukum.
Menurut Ahli, logika hukum justru menunjukkan adanya kekeliruan fatal dalam penetapan tersangka.
> “Jika setiap tindakan penagihan berdasarkan kuasa fidusia dapat dipidana, maka seluruh mekanisme hukum perdata akan lumpuh, dan penerima fidusia tidak dapat mengeksekusi haknya. Itu jelas bertentangan dengan hukum positif. Dalam perkara praperadilan ini, jelas terlihat bahwa perkara tersebut sejatinya adalah perkara perdata murni, bukan pidana,” tegas Dr. Hatarto Pakpahan.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, kuasa hukum Pemohon, Nurul Safii, S.H., M.H., C.MSP, menyimpulkan bahwa penetapan tersangka dalam perkara ini cacat hukum sejak awal dan karenanya harus dibatalkan demi tegaknya keadilan serta kepastian hukum_ip fkr