SURABAYA. Infopol.co.id - Dari tahun ketahun pemasangan beton pracetak u-ditch terlihat semakin banyak diminati pihak pengguna dan penyedia jasa, namun masih banyak ditemukan dilapangan proyek pemasangan U-ditch dikerjakan diduga asal jadi.
namun seringkali ditemukan dilapangan proyek pekerjaan u-ditch terkesan asal asalan, seperti salah satunya kegiatan proyek pekerjaaan paket pembangunan Jalan Paving Baru Lebar 4 m dan Saluran 40/60 dengan Cover Dua Sisi di JL. BEJI PDAM yang bersumber dari dana APBD Kota Surabaya TA 2023 dengan harga kontrak Rp.1.333.525.267,37.
Saat ini kegiatan proyek pemasangan beton pracetak u-ditch seperti kita ketahui bersama, pihak CV. Hadi Jaya Putra selaku kontraktor, tentu memiliki kerangka acuan kerja (KAK) yang tertuang dalam dokumen kontrak, dan perlu diingat, dimana setiap anggaran yang bersumber dari APBN /APBD. sekalipun nilainya kecil, harus tetap mengikuti alur atau tahapan pekerjaan, agar tidak mengurangi kwalitas sehingga dapat memberi manfaat kepada masyarakat luas.
Faktanya dilapangan, sesuai hasil investigasi pada proses pekerjaan proyek tersebut sangat bertolak belakang dengan ketentuan, selain diduga tidak mengutamakan K3, juga tidak mengikuti tahapan pekerjaan, tentunya setelah persiapan serta selanjutnya pengukuran panjang pekerjaan dan elevasi saluran (cross section), yang tentunya tertera dalam shop drawing yang tersedia dilapangan, dan diterapkan dengan memasang patok- patok dan bowplank.
Untuk menyimpan elevasi saluran tersebut, selanjutnya tahapan galian tanah, dan galian tanah dikontrol berdasarkan elevasi saluran, penggalian tanah dapat menggunankan excavator ataupun lainnya yang sejenis.
Setelah tahapan tersebut baru dilanjutkan dengan tahapan pelaksanaan pengurukan dengan bahan urug sirtu. namun diduga kuat tidak dilakukan, padahal urugan sirtu berguna sebagai penstabil tanah dibawah saluran, dan demikan juga selanjutnya tahapan pemasangan lantai kerja, dengan coran semen, yang umumnya ketebalan lantai kerja 50 mm = 5 cm minimal juga diduga kuat tidak dilaksanakan.
pekerjaan proyek tersebut diduga kuat asal-asalan, hal ini dapat terjadi akibat minimnya pengawasan pihak terkait, sehingga melabrak ketentuan, serta tidak sesuai dengan spesifikasi teknis kontruksi, yang lazimnya dengan adanya urugan sirtu dan lantai kerja maka kemiringan lahan pada elevasi saluran dapat terukur, sehingga tidak menimbulkan genangan/penampungan air.
Adit, pelaksana proyek dilapangan saat dikonfirmasi, Senin (19/6/2023) mengatakan jika urukan lantai dasar saat ini tidak wajib dilakukan, bahkan dirinya menganggap pekerjaan tersebut sudah benar.
"Sekarang itu tidak pakai urukan lantai dasar tidak apa-apa mas, kan ada aturan barunya," singkatnya.
Terpisah, Penanggung jawab Rayon Barat DPUCKTR Kota Surabaya, Indrayana saat dihubungi, Senin (19/6/2023) mengatakan jika membutuhkan bantuan kepada masyarakat untuk mengawasi pekerjaan tersebut, dirinya berharap rekan media bisa memberikan info jika ada pekerjaan yang kurang baik.
"Ya dibantu ya mas, kalau ada pekerjaan yang kurang sesuai mohon di info ke kami, terimakasih,"ungkapnya.
adanya dugaan penyimpangan pekerjaan proyek tersebut, maka diharapkan konsultan pengawas, PPTK, PPK sampai pada PA/KPA, disaat serah terima sementara pekerjaan (Provisional Hand Over-PHO) sampai kegiatan serah terima seluruh pekerjaan yang dilakukan secara resmi dari penyedia jasa kepada direksi pekerjaan, setelah diteliti terlebih dahulu oleh Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) sesuai yang ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Terpisah, Aris Gunawan, pentolan LSM FPSR menanggapi jika pekerjaan proyek pemerintah itu menggunakan uang rakyat, jadi bisa siapapun mengawasi dan menanyakan proses pekerjaan dilapangan,
"Kalau seperti itu kan bertentangan dengan Perpres No 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah, beserta petunjuk teknisnya, yang seharusnya menjadi salah satu acuan atau landasan pertimbangan dan selanjutnya pembayaran harus sesuai hasil fisik pekerjaan, jadi jangan hanya berdasarkan hasil volume pekerjaan semata sebab buat apa volume tercapai tetapi mutu terabaikan, demikian juga dengan kegiatan yang dimaksud, seperti pada kegiatan tersebut ada tahapan -tahapan yang diduga tidak dilaksanakan oleh pihak kontraktor.” pungkasnya.
Aris juga berharap selain menjadi catatan hasil pekerjaan, juga meminta sebagai pertimbangan akhir pada saat serah terima akhir pekerjaan (Final Hand Over-FHO) yang dilakukan secara resmi dari penyedia jasa kepada direksi pekerjaan, dilakukan setelah penyedia jasa menyelesaikan semua kewajibannya selama masa pemeliharaan. (Mhdwhd)