infopol.co.id Kontak Redaksi- 085784424805 wa Otoritariasnisme Gaya Baru: Intimidasi Terselubung Dalam Ajakan CFD Jl.A Yani Banyuwangi

Iklan Semua Halaman

Iklan 928x90

Hot Post

Otoritariasnisme Gaya Baru: Intimidasi Terselubung Dalam Ajakan CFD Jl.A Yani Banyuwangi

Sabtu, 19 Juli 2025

 Otoritariasnisme Gaya Baru: Intimidasi Terselubung Dalam Ajakan CFD Jl.A Yani Banyuwangi



Oleh:

Herman, M.Pd., M.Th., CBC.

(Aktivis Masyarakat Sipil & Akademisi)


Banyuwangi, Infopol.co.id - 

Ajakan dari Asisten Pemerintahan Bidang Ekonomi Banyuwangi kepada para ASN, komunitas, dan lembaga perbankan untuk hadir dan “berpartisipasi” dalam gelaran Community and Food Day (CFD) di Jalan A. Yani mulai 20 Juli 2025 adalah bentuk penyalahgunaan otoritas yang sangat mencederai akal sehat, etika pemerintahan, dan hukum yang berlaku. Ironisnya, ajakan ini justru datang dari seorang pejabat struktural yang seharusnya menjadi garda depan penegakan regulasi daerah, bukan malah mendorong pelanggaran terhadap aturan Bupati sendiri yang secara tegas melarang penggunaan Jalan A. Yani untuk aktivitas perdagangan. Fenomena ini bukan hanya soal pelanggaran administratif, melainkan manifestasi nyata dari konflik kepentingan dan degradasi moral birokrasi.



Ajakan tersebut tidak berdiri sendiri. Ia mengandung nada intimidatif dan implisit menekan para pemimpin instansi serta ASN agar *wajib hadir dan berbelanja*, seolah loyalitas terhadap pemerintahan daerah diukur dari partisipasi dalam kegiatan ekonomi informal yang penuh muatan politis ini. Inilah bentuk baru dari pemerasan gaya halus: menggiring ASN dan institusi untuk tunduk dalam logika kekuasaan yang menjadikan jabatan bukan sebagai amanah, tetapi sebagai alat mobilisasi kepentingan sempit. Apabila aparatur sipil negara dan institusi publik dipaksa turut dalam kebijakan yang bertentangan dengan aturan tertulis, maka kita sedang menyaksikan matinya nalar hukum dan lahirnya fasisme birokratik yang dibungkus jargon pembangunan ekonomi.


Secara sosiologis, tindakan ini merupakan bentuk pembangkangan struktural yang membahayakan tatanan hukum dan supremasi regulasi daerah. Ketika seorang pejabat dapat menggunakan posisinya untuk membelokkan arah kebijakan hanya demi menggiring massa pada proyek ekonomi semu yang belum jelas urgensinya, maka itu menandakan bahwa pemerintah daerah sedang mengalami krisis integritas. Keteladanan etis diruntuhkan oleh mentalitas patron-klien yang menjadikan ASN sebagai pion-pion kepentingan kekuasaan, bukan sebagai pelayan masyarakat. Jalan A. Yani, yang seharusnya steril dari aktivitas perdagangan, dijadikan panggung politik populis yang merusak tata ruang kota dan mengabaikan prinsip keadilan sosial bagi semua warga kota.



Lebih jauh, pemaksaan partisipasi dalam CFD ini adalah pelanggaran terang-terangan terhadap Hak Asasi Manusia, terutama hak atas kebebasan berpendapat, berkumpul, dan menentukan partisipasi dalam kegiatan publik secara sukarela. Tidak ada dalam prinsip good governance yang membenarkan pemaksaan warga negara terlebih ASN untuk menghadiri sebuah kegiatan ekonomi dengan embel-embel loyalitas. Ini adalah bentuk pemerkosaan kehendak publik yang dibungkus narasi “gotong royong”, padahal sejatinya merupakan praktik pemaksaan dan kooptasi struktural terhadap ruang sipil dan birokrasi.


Oleh karena itu, publik berhak bersuara lantang bahwa gelaran CFD di Jalan A. Yani bukan hanya cacat legitimasi, tetapi juga mencerminkan cara berpikir kekuasaan yang otoriter dan manipulatif. Tidak ada pembangunan ekonomi yang sahih jika dimulai dari pemaksaan, pelanggaran aturan, dan pengkhianatan terhadap mandat etis birokrasi. Jika pemerintah daerah tidak segera mengevaluasi tindakan ini, maka yang sedang dibangun bukanlah Banyuwangi yang maju dan adil, melainkan rezim kecil yang antikritik, semena-mena, dan berbahaya bagi masa depan demokrasi lokal.   (Red)