Ketua LSM LPK Tapal Kuda, Deni Rico Juang Wibowo.
SITUBONDO. Infopol.co.id - LSM LPK Tapal kuda menyayangkan Komisi III DPRD Situbondo yang mempunyai tugas sebagai pengawasan terhadap kinerja birokrasi Pemerintah Kabupaten Situbondo, karena hanya fokus kepada sinkronisasi jumlah data tambang legal.
Padahal salah satu pemicunya kurangnya pendapatan dari pajak tambang, itu juga diduga disebabkan adanya syarat dukungan tambang yang digunakan kontraktor menggunakan tambang ilegal.
Ketua LPK Tapal Kuda, Deni Rico Juang Putra Wibowo mengatakan seharusnya Komisi III DPRD Situbondo ini tidak hanya fokus terhadap sinkronisasi data penambang legal tetapi DPRD yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi kinerja birokrasi juga harus pro aktif dan menelusuri adanya syarat dukungan tambang yang digunakan oleh kontraktor untuk pekerjaan infrastruktur di Pemerintah, kata Deni Rico.
Padahal," kalau syarat dukungan tambang yang dipakai oleh CV atau PT yang melaksanakan pekerjaan infrastruktur Pemerintah semua menggunakan penambang legal, saya optimis pendapatan pajak tambang bisa melebih target atau bisa tiga kali lipat dari target, "jelasnya.
Menurut Deni, kami sangat menyayangkan kepada pihak ULP dan LPSE sebagai leading sektor, tidak mengetahui adanya syarat dukungan tambang ilegal yang digunakan oleh kontraktor ini masih lolos untuk mendapatkan pekerjaan proyek Pemerintah, padahal adanya ulah kontraktor atau penyedia jasa tambang ilegal ini, dampaknya akan merugikan uang negara,karena secara otomatis tidak akan bayar pajak, terang Deni Rico.
Untuk membuktikan ini, LSM Tapal kuda tidak akan segan segan untuk melaporkan masalah ini ke Polda Jatim, " karena kami sudah mempunyai bukti bukti kuat, CV dan PT mana saja yang menggunakan syarat dukungan tambang ilegal," tegasnya.
Menurutnya, masalah ini tidak akan kita biarkan karena perbuatan yang dilakukan oleh PT dan CV nakal ini dampaknya sangat besar, selain berdampak terhadap rusaknya lingkungan juga berdampak terhadap kerugian uang negara, sambung Deni.
Lebih lanjut, Deni menjelaskan ketika para kontraktor ini semua menggunakan tambang legal, sebenarnya Pemerintah tidak sulit untuk menghitung pendapatan pajak tambang.
Kata dia, kontraktor yang bekerja di infrastruktur Pemerintah sebenarnya semua sudah mengetahui jumlah tambang yang dibutuhkan itu berapa, sehingga Bapenda hanya tinggal menindaklanjuti dan berkoordinasi dengan OPD terkait, tambangnya itu mengambil dari mana, ungkap Deni Rico.
Setelah itu, Bapenda tinggal menotal jumlah tambang yang dibutuhkan dari masing masing kontraktor untuk menentukan pajaknya, artinya Bapenda hanya tinggal mengalikan Rp. 5.000 per kubiknya, kalau ini dilakukan saya optimis pendapatan pajak dari tambang akan melebihi target, ungkap Deni Rico.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPRD, H. Badri saat dikonfirmasi terkait hal tersebut mengatakan ini merupakan tugas pengawasan yg melekat sebagai DPRD. Sebagai langkah awal untuk menertibkan legalitas sebuah usaha, khususnya pertambangan, kata H. Badri.
Kata dia, "Sinkronisasi ini sangat penting untuk mengetahui usaha pertambangan yang legal dan ilegal yang beroperasi di Kabupaten Situbondo, baik itu yang perorangan atau badan usaha, termasuk yang masih baru keluar IUP Eksplorasinya, " jelasnya.
Menurutnya, " Data tersebut nantinya sebagai data legal khususnya pada bapenda sebagai OPD yg berkompeten dalam penarikan pajak dan retribusi. Sebab, potensi pendapatan pajak dari sektor tambang ini sangat luar biasa," sambungnya.
Lebih lanjut, H. Badri mengungkapkan, Pemerintah daerah melalui bapenda seharusnya mempunyai inovasi / cara untuk menggarap potensi PAD ini, dari awal setiap rapat badan anggaran saya selalu bersuara untuk menggarap potensi pajak tambang ini apalagi sesuai UU No 1 tahun 2022 tentang HKPD sudah di atur jelas pada pasal 74 bahwa pajak dari sektor ini cukup besar yaitu 20%, pungkas H. Badri. (Syam).

Komentar