infopol.co.id Kontak Redaksi- 085784424805 wa Alih-alih Klarifikasi, Kades Bedahlawak Pilih Blokir Wartawan

Iklan Semua Halaman

Iklan 928x90

Hot Post

Alih-alih Klarifikasi, Kades Bedahlawak Pilih Blokir Wartawan

Selasa, 13 Mei 2025

 


Jombang, infopol.co.id

Alih-alih menjawab, Kepala Desa Bedahlawak, Masrum, justru memilih cara yang paling primitif dalam menghadapi pertanyaan publik: memblokir nomor wartawan. Ini bukan sekadar tindakan impulsif, melainkan cerminan dari watak kekuasaan yang alergi pada transparansi.


Pemblokiran itu terjadi ketika media ini hendak mengonfirmasi surat resmi dari Camat Tembelang, Agus Santoso, yang dikirim pada 29 April 2025. Surat bernomor 600.4.16.1/318/415.68/2025 itu meminta Kepala Desa Masrum memberikan jawaban atas aduan masyarakat terkait dugaan pungutan liar dalam retribusi sampah. Sebuah persoalan serius, menyangkut hak warga dan potensi penyalahgunaan wewenang.


Namun hingga batas waktu 7 Mei 2025 berlalu, tak ada klarifikasi resmi dari Masrum. Yang muncul justru tindakan senyap: wartawan dibungkam melalui pemblokiran nomor. Sebuah tindakan yang mencederai prinsip keterbukaan informasi dan melanggar semangat demokrasi.


Padahal, dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, Pasal 4 dengan jelas menyatakan bahwa wartawan berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Seorang pejabat publik yang menutup akses terhadap pertanyaan pers bukan hanya melanggar etika, tapi juga menampar wajah akuntabilitas pemerintahan desa.


Tindakan ini menyisakan pertanyaan besar: apa yang sedang disembunyikan Masrum? Jika memang tak ada pungli, tak ada markup, dan tak ada permainan kotor di balik retribusi sampah, mengapa harus takut menjawab? Bukankah keterbukaan adalah ciri pemimpin yang bersih?


Sementara itu, Camat Tembelang Agus Santoso yang menandatangani surat tersebut juga memilih diam saat dikonfirmasi. Ironi pun menjadi lengkap: camat bersurat, kades membungkam, wartawan diblokir, dan warga tetap jadi korban.


Saat ini, media ini terus menelusuri jawaban resmi dari Kepala Desa Bedahlawak dan menggali fakta-fakta di lapangan. Investigasi terhadap nominal pungutan, dasar hukumnya, dan distribusi anggarannya masih berlangsung. Karena publik berhak tahu, dan kebusukan yang tersembunyi di balik tumpukan retribusi sampah tak boleh terus ditutup dengan keheningan. (Why).