Penulis : Edi Santoso, SH. Pengamat Hukum
SITUBONDO. Infopol.co.id - Jika dalam judul kata pengembalian penulis beri tanda kutip, sebenarnya itu hanya untuk menerangkan keraguan penulis. Benarkah dana PEN sudah dikembalikan ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI)?...
Bukan tanpa alasan jika penulis masih ragu. Pertama, belum ada bukti tertulis jika Dana PEN memang dikembalikan. Publik mungkin bisa saja dianggap tak perlu tahu. Tapi sekelas DPRD, khususnya Panitia Anggaran, belum ada satu pun yang mengaku memiliki bukti pengembalian.
Kedua, ada anggaran pembayaran bunga PEN di PAPBD 2022 sebesar Rp 3,5 miliar yang bakal disahkan minggu depan. Bahkan konon ada anggaran Rp 4,5 miliar di PAPBD 2022 untuk dana PEN yang telanjur digunakan untuk perencanaan. Mungkinkah ada yang menalangi pembayaran terlebih dahulu?...
Pembahasan soal Dana PEN sejak awal memang menarik. Puncaknya setelah ditahan dan ditetapkannya beberapa pejabat DLH dan konsultan sebagai tersangka dalam perkara pembuatan UKL-UPL.
Bagi Kejaksaan Negeri Situbondo, kasus dugaan korupsi di DLH adalah satu hal. Sedangkan masalah Dana PEN adalah hal yang lain. Itulah sebabnya beberapa pernyataan pejabat Kejari Situbondo di media, selalu mengatakan kasus dugaan korupsi di DLH tidak ada hubungannya dengan Dana PEN.
Bahkan ada sejumlah orang 'misterius' sampai meminta ke beberapa redaksi untuk men-'takedown' berita yang menghubungkan perkara DLH yang ditangani kejaksaan ada hubungannya dengan Dana PEN.
Pertanyaannya, mengapa kejaksaan terkesan enggan untuk masuk ke Dana PEN padahal potensi dugaan korupsinya, jauh lebih besar, bahkan bisa jadi jauh lebih luas?...
Dimana potensi dugaan korupsinya?Gonjang-ganjing Dana PEN dimulai dari surat Bupati Situbondo kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
Dalam surat tertanggal 6 Juli 2021 tersebut, Perihalnya tentang Permohonan Pinjaman Daerah Dalam Rangka Mendukung Program PEN.
Pinjaman yang diajukan sebesar 250 miliar, tenor 5 tahun dengan masa tenggang 1 tahun dan bunga 5,66%. Artinya, jika bupati tidak menjabat lagi di periode kedua, daerah tetap harus membayar pokok dan bunga pinjaman. Tapi persoalannya bukan itu.
Menurut penulis, karena itu pinjaman daerah, mestinya tunduk pada PP No.30 tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. Dalam pasal 18 ayat 4 huruf e PP tersebut, disyaratkan keharusan persetujuan DPRD.
Artinya persetujuan itu harus diparipurnakan dan dilampirkan dalam pengajuan pinjaman daerah. Pertanyaannya, apakah surat usulan eksekutif tentang paripurna pinjaman daerah itu ada. Apakah dokumen paripurna berupa absensi yang hadir ada?...
Apakah Perda tentang Pinjaman Daerah yang ditandatangani Bupati dan DPRD sebagai syarat pengajuan Dana PEN ada? Itu potensi awalnya.
Kemudian ketika gonjang-ganjing perkara di DLH, keadaan semakin runyam. Meski Kejaksaan Negeri Situbondo selalu mengatakan perkara yang ditangani tidak ada hubungannya dengan Dana PEN (karena anggaran UKL-UPL DLH dari APBD), tapi siapa yang bisa menyangkal pembuatan UKL-UPL di DLH untuk persyaratan pekerjaan Dana PEN?...
Efek perkara di DLH, kegiatan tak bisa dikerjakan. Kemudian timbul wacana agar Dana PEN dikembalikan. Persoalan muncul karena sudah ada dana PEN sebesar Rp 62 Miliar dicairkan. Lebih cilaka lagi, ada dana sebesar Rp 4,5 miliar yang kabarnya telanjur digunakan untuk perencanaan.
Melihat KUA-PPAS yang sudah disahkan dan minggu depan PAPBD akan di-dok, ada sesuatu yang layak dicermati. Pertama, bunga Dana PEN yang harus dibayar sebesar Rp 3,5 miliar.
Tak terlalu masalah karena itu kewajiban. Begitu juga kewajiban membayar provisi. Tapi kalau benar ada angka senilai Rp 4,5 untuk mengganti anggaran perencanaan yang telanjur digunakan, DPRD Situbondo, sudah seharusnya mempertanyakan.
Mengapa harus daerah yang membayar? Mengapa tidak yang menikmati dana itu yang mengembalikan? Siapa saja yang menikmati dana itu? Mengapa perencanaan bukan di Bappekab melainkan di PUPR?...
Itu kalau DPRD tidak tersandera kepentingan (kepentingan Jasmas misalnya). Itu kalau Kejari Situbondo memang tidak menutup mata. Tapi kalau yang terakhir masalahnya, bisa dibantu dilaporkan ke tingkat atasnya, bahkan mungkin KPK. Terkadang, ada beban psikologis yang harus ditanggung kalau sering bertemu.
Potensi tindak pidana lainnya dalam perkara Dana PEN? Gratifikasi!
Di beberapa daerah, untuk mendapatkan pekerjaan proyek harus melakukan 'ijon'. Artinya membayar dulu di depan sekian persen. Biasanya sekitar 15% sampai 20%. Tapi untuk yang satu ini kecil kemungkinan, Bupati Situbondo itu agamis.
Tidak akan mau pada yang berbau haram. Kecuali barangkali nanti ada yang bernyanyi karena sudah bayar tapi tak dapat porsi. Atau karena dulu berjuang tapi kini diabaikan! Segalanya masih mungkin terjadi.
(Edi Santoso, SH)

Komentar.jpg)